Ada beberapa golongan orang yang biasanya dimandikan orang lain. Anak di bawah usia lima tahun atau balita, orang sakit, orang yang sudah uzur, atau orang meninggal yang dimandikan secara beramai-ramai. Tapi, kini ada tiga tambahan golongan lagi orang yang hobi dimandikan orang lain, sebut Donjuan, 45. Meski yang memandikan adalah istrinya sendiri, Karin, 44, lambat laun wanita yang tinggal di Sukomanunggal itu mulai kesal dengan kebiasaan sang suami.
Memandikan Donjuan tiap pagi dan sore bukan hal asing lagi bagi Karin. Ini karena sejak awal menikah, dia sudah terbiasa memandikan Donjuan. ”Dari kecil sampai dewasa, mamanya yang memandikannya. Jadi mau tidak mau, sekarang saya sebagai istri harus melanjutkan kebiasaan mertua,” jelas Karin di sela-sela sidang mediasi gugat cerai yang diajukannya di Pengadilan Agama, Jalan Ketintang Madya, kemarin (23/10).
Jarang mandi sendiri itu berawal dari
kebiasaan Donjuan yang tidak pernah bersih ketika mandi. Selalu ada saja bekas
sabun atau kadang kotoran yang masih menempel di tubuhnya. Karena sang ibu
sosok yang sangat disiplin dalam menjaga kebersihan, akhirnya dia yang
memandikan Donjuan dari mulai jenjang SD, SMP, SMA bahkan kuliah.
Setelah menikah dengan Karin, ibu mertua
menyerahkan kebiasaan memandikan anak bungsunya itu kepada Karin. ”Awalnya tidak
ada masalah. Saya senang-senang saja sebagai istri. Apalagi mandiin suami
juga bentuk dari rasa sayang saya kepadanya,” kata ibu dua anak itu.
Hampir 15 tahun, Karin memandikan sang
suami. Bahkan kadang kala, hal itu diselingi melaksanakan hubungan romantis di
kamar mandi yang menambah hasrat bercinta.
Kalau memandikannya dua kali dalam sehari, bisa pula hubungan romantis
suami istri dalam kamar mandi juga dilakukan hingga dua kali. Belum lagi tambah
ketika di kamar menjelang tidur.
Namun tampaknya, Karin mulai ingin
menghapus kenangan manis yang disaksikan bak mandi, kran dan toilet tersebut. ”Bukan karena mandinnya, waktu mepetnya itu
lho yang bikin saya capek,” kata wanita yang bekerja sebagai guru itu.
Karin mengaku sudah tidak bisa mengatur
waktu lagi untuk memandikan Donjuan. Bangun pukul 04.00, Karin langsung disibukkan
dengan urusan masak-memasak dan menyiapkan sarapan untuk suami dan anak-anaknya.
Pukul 06.00, Karin sudah harus berangkat ke
sekolah di kawasan Surabaya Selatan. ”Suami bangunnya pukul 06.30. Dia masuk
kerjanya agak siang pukul 08.00,” jelasnya.
Supaya bisa tetap memandikan, Karin
membangunkan suaminya lebih pagi. Kadang pukul
05.00 atau 05.30. Kalau sudah lebih jam segitu, biasanya Karin
meninggalkan rumah dan tidak ada waktu lagi untuk memandikan suami. ”Sudah bisa
dipastikan, pulang kerja saya dimarahi. Saya diam saja karena memang mandi suami
sudah menjadi tanggung jawab saya,” paparnya.
Sejatinya, bukan marahnya suami yang bikin
Karin kesal hingga akhirnya mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama Klas 1A Surabaya pada awal Agustus lalu.
Karin kesal karena usai bertengkar, suami juga minggat dan mengadu ke orang
tuanya bila tidak dimandikan.
Mertua yang kesal seringkali melabrak dan
memarahinya. Karin pun kembali mengalah dan meminta Donjuan pulang ke rumah. Padahal
demi meluangkan waktu memandikan Donjuan, Karin sering terlambat bekerja dan
ditegur oleh kepala sekolah. Bahkan, dia pernah menerima surat peringatan
pemberhentian dengan alasan keterlambatan kerja.
”Saya sudah belan-belani terlambat,
ternyata suami malah tidak paham kondisi saya yang harus masuk pagi. Sudah
begitu, dia marah dan minggat. Masak sebulan minggatnya bisa sampai 10 kali,” ungkapnya.
(*/jay)